Ruang Dakwah
Belajar Ikhlas  dari Kisah Cinta Pemuda Majusi yang Memeluk Islam
Andi Permana

Andi Permana

Jul 15, 2022

Belajar Ikhlas dari Kisah Cinta Pemuda Majusi yang Memeluk Islam

Pernahkah kamu merasakan jatuh cinta namun bertepuk sebelah tangan, lantas itu membuat kamu menjadi kecewa, marah, kesal, dan menghukum dirimu sendiri karena tidak mampu menjadi seseorang yang berada di sampingnya? Kamu merasa bahwa kamu tak bisa hidup tanpa dia, lantas jika dia tidak bersama kamu, apakah kamu kehilangan segalanya? Mengapa kamu tidak pernah berpikir bahwa kamu masih bisa makan tanpa dia, masih bisa berjalan tanpa dia, masih bisa menghirup udara yang begitu nikmat sekalipun tanpa dia.

Dahulu, di zaman Rasulallah SAW, ada seorang pemuda yang gagah dan tampan. Dia termasuk sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah. Namun siapa yang tahu bahwa sebelum bertemu Rasulullah dia adalah pemuda yang dilahirkan dari keluarga Majusi, yang menyembah api sebagai tuhan mereka.

Pemuda ini tidak pernah keluar dari tempatnya karena begitulah perintah ayahnya. Hingga suatu hari dia diperintahkan keluar untuk melihat ladang milik ayahnya. Di tengah jalan dia melihat umat Nasrani yang sedang beribadah di gereja. Langkah pemuda ini pun terhenti. Ia terdiam di tempat itu dari pagi hingga sore, menyaksikan umat Nasrani yang sedang beribadah.

Lantas dia memperoleh kesempatan untuk bertanya kepada seorang pendeta yang berada di sana. “Apa yang sedang kalian lakukan?” tanya pemuda ini. “Kami sedang melakukan ibadah kepada tuhan kami,” jawab seorang pendeta.

Kemudian pemuda ini mulai tertarik pada agama pendeta ini, karena dalam agamanya aktivitas yang dialakukan hanyalah menjaga api supaya tidak padam. Peristiwa ini menjadi awal ikhtiar pemuda ini dalam mencari kebenaran dengan melalui berbagai cobaan kehidupan yang begitu sulit. Ia menghadapi rintangan dari orang tuanya yang tidak setuju dengan tekadnya untuk menemukan kebenaran.

Namun tekadnya sudah bulat, hingga pemuda ini pergi dari rumahnya. Dari satu tempat ke tempat lain, ia berguru kepada setiap orang yang baik menurut pandangannya. sebelum bertemu Rasulullah, dia adalah seorang budak dari majikan yang serakah, Hingga akhirnya takdir mempertemukan dia dengan Rasulullah SAW di Madinah. Dia tertarik dengan akhlak dan ajaran Rasulullah. Karena tekadnya mencari untuk menemukan kebenaran demikian kuat, maka dua kalimat syahadat pun ia ucapkan.Kala itu.

Dengan mukjizat dan izin Allah, Rasulullah memerdekakan pemuda ini, sehingga menambah kedekatannya dengan Rasulullah.

Layaknya manusia biasa, pemuda ini juga bisa merasakan jatuh cinta. Dia jatuh hati kepada wanita dari kaum Anshar. Walaupun sangat tertarik,dia tidak memanfaatkan kedekatannya dengan Rasulullah SAW untuk meminang wanita tersebut.

Dia lebih memilih mengajak sahabatnya, Abu Darda, untuk menemaninya menyampaikan tujuan untuk meminang wanita tersebut. Dia pun sudah memepersiapkan mahar untuk lamaranya. Setibanya di rumah wanita tersebut, Abu Darda, selaku sahabat pemuda ini, menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya kepada orang tua wanita itu. Kata Abu Darda, sahabatnya ingin meminang putrinya.

Orang tua wanita tersebut sangat bahagia karena dia kedatangan tamu sahabat Rasulullah dan bahkan salah satunya ingin meminang putrinya. Kemudian orang tua wanita itu menyampaikan bahwa yang lebih berhak menerima atau tidak adalah putrinya. Sang ibu bertanya kepada putrinya, "Apakah kamu menerima lamaran atau menolaknya."

Begitulah ternyata, kenyataan memang tidak selalu sesuai dengan harapan. Wanita tersebut menolak lamaran pemuda gagah ini. Namun, wanita ini malah berkata, "Aku menolak lamaran ini, tapi aku akan menerimanya jika Abu Darda yang melamarku." Mendengar jawaban wanita itu, lantas apa yang dikatakan pemuda ini?

Dia malah bertakbir, "Allahu akbar," dan ia menyerahkan seluruh mahar yang telah dia persiapkan kepada Abu Darda. Bahkan ia mengatakan siap menjadi saksi pernikahan sahabatnya itu dengan wanita yang ingin ia persunting.

Sebenarnya, pemuda ini layak untuk kecewa kepada sahabatnya. Ia layak untuk marah. Namun dia tidak melakukan itu. Inilah bukti bahwa ia mampu untuk tidak menjadikan rasa cintanya kepada mahluk sebagai penghapus keimanannya.

Betapa luar biasa keimanan pemuda ini bila kebaikan seseorang dinilai dari berapa banyak ia memberikan hartanya. Bahkan, lebih dari itu, pemuda ini bukan hanya mengikhlaskan hartanya untuk kebahagiaan sahabatnya, tapi ia juga mengorbankan perasaannya.

Pemuda ini bernama Salman Alfarizi, seorang Majusi yang akhirnya memeluk agama Islam. Dialah pahlawan Islam di Perang Khandak, dan salah seorang sahabat yang dekat dengan Rasulullah SAW.

Melalui kisah ini kita bisa belajar bahwa adakalanya sesuatu yang sangat kita inginkan belum tentu terwujud.

Tentang ikhlas, amalan ini sangatlah sulit untuk diterapkan, hingga seorang imam pernah mengatakan, “Seseorang yang menyaksikan keikhlasannya belum bisa disebut ikhlas.” Ikhlas ini berbicara tentang rasa, bukan harta.

Fudhail bin Iyadh, seorang ulama, besar pernah mengatakan, “Meninggalkan suatu amalan karena manusia adalah riya, dan melakukan suatu perbuatan karena manusia adalah syirik, sedangkan ikhlas adalah jika Allah memeliharamu dari kedua sifat ini.”

Andi Permana

Andi Permana

Saya adalah seorang mahasiswa semester 2 di STAI Daarut Tauhid, jurusan KPI, asal dari Bali (Bandung Asli), Si Paling Pemred

Leave a Reply

Related Posts

Categories